17 August 2010

Bersabarlah

"Assalamu'alaikum, Non...apa kabar? Kangeeen deh... dah isi belum?"
Begitulah tulisan di yahoo messenger dari kawannya. Segera ia menjawab salam dan bercerita tentang keadaannya, bahwa ia sehat dan mulai betah tinggal di negeri Sakura yang jauh dari keluarga dan sanak famili. Tak lupa ia menjawab pertanyaan terakhir dengan "Belum, mohon doanya ya," sambil menambahkan icon-icon cantik dan tersenyum lebar.

Tak lama, muncul pesan dari yahoo messenger bahwa ada email yang masuk. Dari kakak sepupunya di Jakarta. Segera ia klik pesan itu untuk langsung membaca email masuk tadi. "... Sudah isi belum? Alhamdulillah, istriku sudah enam minggu hamil, mohon doanya ya. Uda doakan semoga sepupuku ini cepat menyusul," begitu isinya.

Hari ini sudah dua kali ia menerima pertanyaan serupa. Wanita muda itu menarik nafas dengan berat dan menghembusnya pelan-pelan. Wajahnya muram dan perasaan gundah itu datang lagi. Ya, apalagi kalau bukan karena pertanyaan itu. Dulu ketika masih kuliah, pertanyaan dari orang-orang adalah, "Kapan lulus?" Karena begitu lulus langsung diterima bekerja, ia tak usah mengalami pertanyaan "Udah kerja belum?" Setelah itu, pertanyaan selanjutnya adalah "Kapan nikah?" Lalu setelah menikah, ya pertanyaan yang itu, "Udah isi belum?

Kalau dipikir-pikir, pertanyaan seperti itu memang tak akan pernah berakhir, terus bergulir dan terus ditanyakan. Sisi positifnya adalah, hal itu menunjukkan bahwa adanya perhatian yang diberikan oleh si penanya. Sisi negatifnya adalah bila pertanyaan itu memberatkan yang ditanya. Seperti yang dialami wanita muda ini.
Yang membuatnya gundah gulana sekarang adalah kenyataan bahwa Allah belum berkenan memberikan amanah keturunan baginya dan suami. Mereka berdua telah banyak berikhtiar dan berdoa, namun sudah tujuh bulan berlalu si buah hati yang dinanti belum ada tanda-tandanya. Biasanya ia masih bisa bersabar dan menasihati hatinya, tapi kali ini rasa sedih tak bisa ditahannya. Beberapa tetes air mata jatuh di atas sajadah, setelah sujud panjangnya mengadu pada Allah. Sekejap rasa su'udzon hinggap di hatinya, namun segera diusirnya rasa itu, dan kembali tenggelam mencurahkan perasaannya pada Sang Khalik. Hanya kepada-Nya tempat mengadu, dan berkeluh kesah. Sambil melantunkan doa-doa panjang, mengharap karunia-Nya.
***
Anak memang merupakah dambaan hati setiap orang tua. Mereka adalah amanah yang indah dari Allah, setelah Ia berkenan memberikan kehidupan dan iman di hati kita. Setiap orang tua akan berharap memiliki anak-anak yang sholeh/ah yang dapat menyuburkan bumi dengan kalimat Laa Ilaaha Illallaah, yang dapat menyejukkan hati dan mata, yang dapat semakin mendekatkan ayah bunda pada Sang Khalik, yang doanya takkan putus walaupun ajal telah menjemput. Anak adalah bukti eksistensi kita. Anak adalah warisan kita pada generasi selanjutnya, untuk melanjutkan kerja dakwah sebagai khalifah di bumi Allah.
Ketika kita begitu mengharap akan amanah itu, namun Allah belum juga memberikan, terkadang kita lupa bahwa Dia-lah yang paling tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Dia-lah zat yang Maha Berkehendak (Iradat), yang Mengetahui apa-apa yang di hadapan kita dan di belakang kita, dan kita tidak mengetahui apa-apa dari Ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya (QS 2:255).
Terkadang kita begitu sedih dan merasa menjadi hamba yang paling tak punya, sehingga kita melupakan nikmat Allah yang lain. Padahal begitu banyak nikmat Allah yang dikaruniakan pada kita. Nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat berkeluarga, nikmat berkasih sayang, nikmat rizqi, nikmat ilmu, dan banyak lagi.
Bagi saudariku yang belum memiliki buah hati, bersabarlah. Sesungguhnya Allah telah berkata,
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS 2:155)

Janganlah kita menjadi hamba yang kufur akan nikmat-Nya, hanya karena belum diberi apa yang kita inginkan. Yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Pun bila amanah itu tak diberi di dunia ini, yakinlah di surga nanti telah menanti anak-anak kita, yang suci dan tak sabar bertemu dengan orangtuanya. Lihatlah sisi positifnya dari setiap keadaan kita. Carilah kegiatan yang bermanfaat yang dapat dilakukan dengan kelapangan kita. Sesungguhnya banyak lahan yang dapat digarap menunggu tangan-tangan kita yang belum digelayuti oleh si kecil, belum direpotkan dengan rengekan sang bayi, atau bau pesing sang ompol.
Bagi saudariku yang telah memiliki buah hati, bersabarlah pula. Sesungguhnya anak-anak kita adalah ujian dari Allah. Suatu saat nanti kita akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah akan amanah yang diberikan-Nya. Sanggupkah kita menjaga, merawat dan mendidik mereka hingga kelak merekapun mencintai Allah dan Rasul-Nya? Karena iman tak dapat diwariskan dari orangtua yang bertakwa. Ia harus diajarkan dengan teladan dan kasih sayang serta kesabaran. Tak sedikit orang tua yang gagal mendidik anak-anaknya dan malah membuat mereka malu menjadi orangtuanya. Diperlukan ketulusan hati dan kesiapan untuk mengorbankan tenaga, keringat, harta bahkan jiwa bagi anak-anak kita.

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS 8:28)
Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS 9:24)
Yang manapun kita, bersabarlah.

Tokyo, 1 Desember 2004.
ulyazulmadjdi@yahoo.com

0 komentar:

Post a Comment