16 August 2010

QASIM AMIN

Ketika kita mengkaji pemikiran seorang tokoh, hendaknya kita menguraikan terlebih dahulu latar belakang kemunculan gagasan-gagasannya yang besar karena struktur pemikiran seseorang tidak bisa dilepaskan dari horizon maupun sejarah dan pengalaman hidupnya.
Qasim lahir di sebuah dusun di daerah Mesir dari seorang Ayahnya, yang bernama Amir MuhammadBek, beliau adalah seorang pegawai pemerintah yang sangat concern dengan masa depan anak-anaknya yang berasal dari Turki Utsmani dan ibu berdarah asli Mesir pada awal bulan Desember tahun 1863 M. Karena tuntutan tugas, Amir Bek pindah ke Alexandria. Ia membawa seluruh keluarganya ke kota itu. Di kota inilah Qasim Amin dibesarkan. Sejak kecil ia sangat tekun dalam belajar . Setelah menamatkan Sekolah Dasar di Alexandria, keluarganya hijrah ke Kairo. Pada tahun 1881, ia mencapai gelar licance dari Fakultas Hukum dan Administrasi dari sebuah akademi. Pada waktu itu, Qasim Amin masih berumur 20 tahun. Semasa kuliah ia sudah berkenalan dengan seorang tokoh pembaru Muslim, Jamaluddin Al-Afghani, dan aliran-aliran pemikirannya yang memang berkembang di Mesir pada saat itu.
Dengan bekal gelar licance-nya ia bekerja sebagai pengacara pada sebuah kantor milik Musthafa Fahmi Basya, seorang pengacara besar pada saat itu yang memang sudah memiliki hubungan baik dengan orang tua Qasim. Melalu perantara kantornya, Qasim berkesempatan untuk melanjutkan studi di Perancis atas sponsor dari Musthafa Fahmi Basya. Dalam masa perantauannya di Paris, di Mesir sendiri pada saat itu terjadi Revolusi Arab yang dipimpin murid-murid Jamaluddin al-Afghani. Revolusi ini berakhir dengan penjajahan Mesir oleh tentara Inggris dan tokoh tokoh revolusi tersebut dihadapkan ke Meja Hijau. Jamaluddin al-Afghani dan muridnya, Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir, dan pada akhirnya keduanya menetap di Paris. Di sinilah Qasim kembali menjalin hubungan dengan Al-Afghani dan juga menjadi penerjemah pribadi bagi Muhammad Abduh.
Selayaknya orang asing di kota Paris, ia berusaha untuk bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan masyarakat Perancis. Namun karena beliau memiliki kepribadiannya yang mencirikan kepribadian bangsa Timur; pemalu dan tertutup, dan terdapat perbedaan yang sangat jauh antara budaya Perancis dan budaya Mesir, maka ia tidak bisa bergaul dan berinteraksi dengan bebas dan luas. Namun, sebagaimana lazimnya kehidupan mahasiswa dan mahasiswi di kampus, Qasim Amin juga memiliki teman perempuan yang istimewa. Dari kebersamaannya dengan gadis Perancis tadi, disinyalir mulai tumbuh benih-benih kepeduliannya terhadap kaum hawa, yang nantinya membidani perjuangannya di Mesir yang penuh dengan bentuk interaksi sosial yang diskriminatif. Kekasihnya menjadi sumber inspirasi dan penggugah kesadaran bahwa kaum perempuan sebetulnya memiliki kemampuan yang selama ini “tidak pernah difungsikan”.1
Sekembalinya dari Paris pada tahun 1885, ia diangkat menjadi hakim. Kariernya sebagai seorang hakim semakin meningkat sehingga pada tahun 1889, ia diangkat menjadi walikota di Bani Suef, sebuah propinsi di Mesir. Dari daerah ini ia memulai pergerakannnya dalam mengadakan perbaikan-perbaikan di segala bidang sosial (ishlâh ijtimâ’î). Jasa-jasanya yang patut diacungi jempol pada saat itu, ia berupaya keras membebaskan para narapida politik.
Tahun 1894, Qasim Amin menikah dengan seorang gadis pilihannya yang masih memiliki darah keturunan Turki, Zaenab Amin Taufiq.2 Dan pada tahun yang sama ia mulai aktif dalam kegiatan tulis menulis, karya pertamanya lahir, “Al-Mashriyyûn” (Les Egyptiens) dengan menggunakan bahasa Perancis. Buku ini adalah counter terhadap tulisan seorang tokoh Perancis, Duc D’harcouri, yang mengecam realitas sosio-kultural masyarakat Mesir. Karya perdana ini rupayanya bisa menggenjot kreatifitas Qasim Amin dalam dunia tulis-menulis.3 Selanjutnya lahir karya-karya Qasim Amin yang menjadi magnum opus-nya, yaitu, “Tahrîr al-Mar’ah’” (Pembebasan Perempuan) terbit pada tahun 1899 dan “Al-Mar’ah Al-Jadîdah” (Perempuan Modern) yang terbit tahun 1900.
Lebih Jelasnya silahkan Download Selengkapnya
  • DISINI
  • 0 komentar:

    Post a Comment